[1985] Sore Tugu Pancoran

Album Sore Tugu Pancoran
Aku Antarkan - Angan dan Ingin - Berapa - CIK -
Damai Kami Sepanjang Hari - Intermezo - Sore Tugu Pancoran -
Tince Sukarti Binti Machmud - Ujung Aspal Pondok Gede - Yang Tersendiri

Aku Antarkan

Aku antar kau
Sore pukul lima
Laju roda dua
Seperti malas tak beringa

Langit mulai gelap
Sebentar lagi malam
Namun kau harus kembali
Tinggalkan kota ini

Saat lampu lampu mulai dinyalakan
Semakin erat lingkar lenganmu di pinggangku
Jarak bertambah dekat dua kelok lagi
Stasiun bis antar kota pasti terlihat

Tak terasa seminggu
Sudah engkau di pelukku
Tak terasa seminggu
Alangkah cepatnya waktu
Tak terasa seminggu
Rakus kulumat bibirmu
Tak terasa seminggu
Tak bosan kau minta itu

Tiba di tujuan
Mesin ku matikan
Jariku kau genggam
Seakan enggan kau lepaskan

Saat lampu lampu mulai dinyalakan
Semakin erat lingkar lenganmu di pinggangku
Jarak bertambah dekat dua kelok lagi
Stasiun bis antar kota pasti terlihat

Tak terasa seminggu
Sudah engkau di pelukku
Tak terasa seminggu
Alangkah cepatnya waktu
Tak terasa seminggu
Rakus kulumat bibirmu
Tak terasa seminggu
Tak bosan kau minta itu
Suaramu terngiang
Menembus khayalku
Yang juga tentangmu

Angan dan Ingin

Iwan Fals / Oddie Agam

Sambil tersenyum dan tanpa beban
Sepanjang jalan menarik perhatian
Rambutnya panjang
Rampingnya pinggang
Celana blue jeans mengukir tubuhnya sempurna

Tua muda berangan melihatnya
Seperti aku ingin bersamanya
Tapi sayangnya
Angan dan ingin
Seperti angin

Tiada habisnya
Tiada hentinya
Melayang

Tiada habisnya
Tiada hentinya
Menggoyang

Tiada habisnya
Tiada hentinya
Menantang

Tiada habisnya
Tiada hentinya
Sehingga hujan turun mengecewakan

Berapa

Berapa jauh seorang lelaki
Tempuh jarak lalu jalan mendaki
Berapa cepat seorang lelaki
Tanpa keluh sigap dia berlari

Berapa dalam seorang lelaki
Selami lautan demi tepati janji
Berapa keras seorang lelaki
Pecahkan cadas di atas kaki sendiri

CIK

Cepat kemari calon istriku
Ajarkan aku setiap pagi
Kucium mesra bibirmu

Larilah dekap tubuhku erat
Otakku buntu aku tak tahu
Hadapi soal serupa itu
Nona cantik calon istriku tolonglah aku

Pikat hatiku dengan tingkahmu
Sebelum kita siap arungi
Lautan luas penuh tantangan
Tampak perahu kecil kita menunggu di dermaga

Riak gelombang suatu rintangan
Ingat itu pasti kan datang
Karang tajam sepintas seram
Usah gentar bersatu terjang

Ulurkan tanganmu
Pasti kugenggam jarimu
Kecup mesra hatiku
Rintangan kuyakin pasti berlalu

Ulurkan tanganmu
Pasti kugenggam jarimu
Kecup mesra hatiku
Rintangan kuyakin pasti berlalu

Riak gelombang suatu rintangan
Ingat itu pasti kan datang
Karang tajam sepintas seram
Usah gentar bersatu terjang

Cepat kemari calon istriku
Ajarkan aku setiap pagi
Kucium mesra jidatmu

Larilah dekap tubuhku erat
Otakku buntu aku tak tahu
Hadapi soal serupa itu
Nona cantik calon istriku tolonglah aku

Pikat hatiku dengan tingkahmu
Sebelum kita siap arungi
Lautan luas penuh tantangan
Tampak perahu kecil kita menunggu di dermaga

Damai Kami Sepanjang Hari

Hangat mentari pagi ini
Antar ku pulang dari bermimpi
Ramah tersenyum matahari
Inginkan aku tuk bernyanyi

Indah pagi in
Nada sumbang enyahlah kau
Biarkan kami

Perlahan kau bangunkan aku
Antarkan segelas kopi ( kopi susu )
Dengar canda adik adikmu
Inginkan aku segera bersatu

Indah pagi ini
NADA SUMBANG ENYALAH KAU
Biarkan kami

Semoga akan tetap abadi
Pagi ini
Pagi esok
Esok hari
Hari nanti

Semoga tak kan pernah berhenti
Canda hari ( pagi )
Canda pagi ( hari )
Damai kamiSepanjang hari

Intermezo

Katanya malam sepi
Ternyata malam tak sepi
Malam katanya sama
Ternyata malam tak sama

Didesaku dikotamu
Memang ada malam
Dihatimu dihatiku
Malam memang ada

Namun malammu tak sama malamku
Namun hatimu tak sama hatiku
Pahamkah kau ceritaku tantang malam

Malam didesaku nyanyi jangkrik merdu
Malam dikotamu keluh kesah bertalu
Malam dihatiku tetap gelap tak terang
Malam dihatimu gelap jadi bumerang
Sukur...

Oh ya, disini jurang kita
Dalam...dalam teramat dalam
Seperti gelapnya malam

Di heningnya malam
Di redupnya sinar
Satu rembulan berjuta bintang

Ayun kaki membelah sepi
Iring angan hidup punya arti
Seorang lelaki coba sembunyi

Kala keseribu teguk
Hanguslah problema yang menghimpit dada
Berbisik seorang pemabuk
Kepada dunia yang remehkan dia
Kepada dunia yang remehkan dia

Hembus angin lewat
Belai tubuh penat
Seorang lelaki bergumul pekat

Bosan kadang singgah
Di jiwa yang lelah
Kadang ada jemu
Sekejap berlalu

Kala keseribu teguk
Hanguslah problema yang menghimpit dada
Berbisik seorang pemabuk
Kepada dunia yang remehkan dia
Kepada dunia yang remehkan dia

Sore Tugu Pancoran

Si Budi kecil kuyup menggigil
Menahan dingin tanpa jas hujan
Di simpang jalan tugu pancoran
Tunggu pembeli jajakan koran

Menjelang maghrib hujan tak reda
Si Budi murung menghitung laba
Surat kabar sore dijual malam
Selepas isya melangkah pulang

Anak sekecil itu berkelahi dengan waktu
Demi satu impian yang kerap ganggu tidurmu
Anak sekecil itu sempat nikmati waktu
Dipaksa pecahkan karang lemah jarimu terkepang

Cepat langkah waktu pagi menunggu
Si Budi sibuk siapkan buku
Tugas dari sekolah selesai setengah
Sanggupkah si Budi diam di dua sisi

Tince Sukarti Binti Machmud

Tince Sukarti binti Mahmud
Kembang desa yang berwajah lembut
Kuning langsat warna kulitnya
Maklum ayah Arab ibunda Cina

Tince Sukarti binti Mahmud
Ikal mayang engkau punya rambut
Para jejaka tak akan lupa
Kerling nakal Karti memang menggoda

Jangankan lelaki muda terpesona
Yang tua jompo pun gila
Sejuta cinta antri di meja beranda
Sukarti hanya tertawa

Bibirmu hidungmu
Indah menyatu
Tawamu suaramu
Terdengar merdu

Tince Sukarti hobi memang dia bernyanyi
Kasidah, rock and roll, dangdut, keroncong ia kuasai
Tince Sukarti ingin jadi seorang penyanyi
Primadona beken neng Karti selalu bermimpi

Ibu bapaknya enggan memberi restu
Walau sang anak merayu
Tince Sukarti dasar kepala batu
Kemas barang dan berlalu

Tince Sukarti berlari mengejar mimpi
Janji makelar penyanyi orbitkan Sukarti
Janji Sukarti di hati persetan harga diri

Kembang desa layu
Tak lagi wangi seperti dulu
Kembang desa layu
Tak lagi wangi seperti dulu

Tince Sukarti berlari mengejar mimpi
Tince Sukarti berlari dikejar mimpi

Ujung Aspal Pondok Gede

Di kamar ini aku dilahirkan
Di balai bambu buah tangan bapakku
Di rumah ini aku dibesarkan
Dibelai mesra lentik jari ibu

Nama dusunku ujung aspal pondok gede
Rimbun dan anggun ramah senyum penghuni dusun

Kambing sembilan motor tiga bapak punya
Ladang yang luas habis sudah sebagai gantinya

Sampai saat tanah moyangku
Tersentuh sebuah rencana dari serakahnya kota
Terlihat murung wajah pribumi
Terdengar langkah hewan bernyanyi

Di depan masjid samping rumah wakil pak lurah
Tempat dulu kami bermain mengisi cerahnya hari
Namun sebentar lagi angkuh tembok pabrik berdiri
Satu persatu sahabat pergi dan tak akan pernah kembali

Yang Tersendiri

Iwan Fals / Tommy Marie

Terhempas ku terjaga
Dari lingkar mimpi
Pada titik sepi

Suaramu terngiang
Menembus khayalku
Yang juga tentangmu

Dan ku akui tanpa kemunafikan
Ku cinta kau
Bahwasannya keakuanku bersumpah
Ku cinta kau

Bayangmu menghantu
Setiap gerakku
Dan kemauanku

Dahagaku akanmu
Matikan emosi
Juga ambisiku

Dan ku akui tanpa kemunafikan
Ku cinta kau
Bahwasannya keakuanku bersumpah
Ku cinta kau
Masih bersama Willy Soemantri, album ini meledak di pasaran. Karena muncul bersamaan dengan film yang dibintangi Iwan Fals dengan judul ‘Damai Kami Sepanjang Hari’. Film ini bercerita tentang kehidupan pengamen yang menjadi sukses rekaman dan diisi dengan lagu-lagu Iwan. Album ini secara tidak langsung dapat dikatakan menjadi soundtrack film tersebut. Ada lagu ‘Ujung Aspal Pondok Gede’ yang berkisah tentang penggusuran. ‘Sore Tugu Pancoran’ bercerita tentang anak sekolah yang menjadi penjual koran.

0 komentar:

Posting Komentar